ABLASIO RETINA/ABLATIO RETINAE (RETINA LEPAS)

sensor

Oleh : Dian Rousta Febryanti

Seumur hidup, saya tidak menyangka akan mengalami ini. Sejak kelas 5 SD, saya memang sudah memakai kacamata karena gangguan penglihatan yakni miopia atau rabun jauh. Saat pertama kali diperiksa oleh dokter spesialis mata, minus mata saya sudah sebesar 1,5 untuk mata kanan dan 1 untuk mata kiri.

Sebabnya, saya rasa, karena hobi membaca sambil berbaring telentang dalam ruangan yang memiliki pencahayaan yang redup. Minus mata itu besarnya semakin lama semakin bertambah. Gonta-ganti kacamata karena minus bertambah beberapa kali saya alami.

Hal ini pula yang menjadi alasan saya diharuskan konsul ke dokter spesialis mata saat hamil anak pertama. Tujuan pemeriksaan ini untuk memastikan apakah saya direkomendasikan untuk melahirkan per vaginam atau tidak. Saya dan suami kemudian melakukan serangkaian tes di RSCM dan kesimpulannya mata saya, khususnya retina, baik-baik saja.

Meski akhirnya saya melahirkan secara sectio 2 kali dan per vaginam pada anak ketiga (kisah VBAC akan saya tulis nanti), tidak pernah ada keluhan pada mata saya. Hingga menjelang kepindahan saya dan anak-anak dari Depok ke Malang, karena suami harus menempuh studi di negeri orang, saya merasakan gangguan pada penglihatan.

Menjelang pindah, saya merasa minus saya bertambah karena sudah mulai kabur saat melihat objek yang letaknya jauh. Untuk menghemat biaya dan waktu, saya memeriksakan mata di optik dekat rumah, yang notabene alatnya kurang lengkap dan masih manual. Saya pikir awalnya tidak masalah karena saya juga tidak punya banyak waktu.

Setelah lensa kacamata yang baru jadi, saya merasa tidak nyaman saat melihat. Setelah di Malang, akhirnya saya kembali memeriksakan mata di dokter spesialis mata di RSI Unisma karena semakin hari kondisi penglihatan semakin buruk (pusing, buram, dan sulit untuk fokus). Hasilnya, minus saya memang bertambah, tapi silindris masih tetap ada (sebelumnya di optik saya dinyatakan bebas silindris).

Setelah mendapat resep dari dokter, saya tebus lensa kacamata yang baru di salah satu optik di Malang. Pengerjaan lensa tersebut membutuhkan waktu sekitar 1 minggu. Setelah lensa yang baru jadi dan saya pakai, ternyata masalah penglihatan tak kunjung membaik. Malah saya merasa susah sekali fokus saat membaca tulisan di dinding atau saat mengerjakan sesuatu di depan layar komputer. Pusing yang saya rasakan juga tidak hilang.

Setelah menyelesaikan job menulis, saya meluangkan waktu mengobservasi mata saya. Sambil melihat kalender di dinding saya tutup sebelah mata saya bergantian. Saat mata kanan saya tutup, saya merasa dapat melihat tulisan dengan jelas, bahkan pusing saya berkurang. Tapi, saat mata kiri saya tutup, saya merasa tulisan di dinding seperti bergelombang dan kabur.

Kondisi ini berlangsung selama 3 hari karena saya pikir ini masih adaptasi mata terhadap lensa yang baru. Namun, selama 3 hari tersebut saya merasa mata saya kian berkabut. Gambarannya, persis seperti saat kita sedang berada di tempat berkabut yang tidak jelas melihat objek di sekitar kita. Hingga akhirnya selepas menjemput anak sekolah (hari ke-4 pasca memakai lensa kacamata baru), saya merasa mata saya sebelah kanan seperti gelap sebelah saat mata kiri saya tutup.

Saya langsung merasa ada yang tidak beres. Pikiran saya masih tentang lensa kacamata. Saya langsung menuju optik yang membuat lensa kacamata saya. Saya minta dicek apakah benar lensa kacamata dibuat sesuai resep dokter. Ternyata hasilnya sama. Semakin deg-degan lah saya. Dengan perasaan kacau saya berusaha tetap tenang dan lanjut memeriksakan diri lagi ke RSI Unisma. Saat itu yang praktik adalah seorang dokter perempuan (saya lupa namanya T.T). Pemeriksaan lensa mata menunjukkan diagnosa awal tidak berbeda dengan hasil yang sekarang. Kemudian, beliau mengatakan bahwa bisa jadi masalahnya berkaitan dengan syaraf mata.

Saya diberi obat tetes mata untuk melebarkan pupil agar dokter bisa melihat bagian dalam mata (syaraf). Saya kemudian diperiksa dengan sebuah alat yang memancarkan cahaya yang sangat terang hingga membuat mata silau. Dari pemeriksaan tersebut, diketahui seperti ada serabut yang menjuntai yang artinya ada syaraf yang lepas, diagnosa dokter adalah retina yang robek.

Derrrrrr! Bagaikan mendengar petir di siang bolong, saya tidak tahu harus berkata apa dan berbuat apa. Dokter menjelaskan dengan sabar dan tenang bahwa kemungkinan seperti ini hanya bisa ditangani melalui prosedur operasi. Dan di RSI Unisma masih belum bisa melakukannya karena keterbatasan alat dan dokter ahli. Akhirnya saya dirujuk ke dokter mata sub spesialis Vitreoretinal. Dan menurut beliau, di malang hanya ada 3 dokter sub spesialis tersebut.

Dokter spesialis mata tersebut terlihat sangat tergesa-gesa dan mengatakan, jika benar saya mengalami ablasio retina, maka tindakannya harus cepat. Akhirnya, beliau menghubungi tempat praktik ketiga dokter tersebut dan dikatakan 2 di antaranya sedang keluar kota untuk mengikuti konferensi. Tinggal ada 1 dokter sub spesialis yang praktik di klinik Malang Eye Center (MEC) yang bernama dr. Mirza Metita Refa dan saya pun dirujuk untuk konsultasi dengan beliau. Yang kemudian baru saya tahu bahwa dr. Tita adalah teman kakak ipar saya hehe.

Sore itu juga, saya berangkat untuk konsultasi ke MEC. Sejak dari RSI Unisma, saya sudah diperingatkan untuk tidak mengendarai motor seorang diri. Akhirnya saya berangkat sendiri dengan naik taxi online. Sama seperti saat di RSI Unisma, di MEC mata saya kembali ditetesi obat pembesar pupil. Setelah menunggu 15 menit, saya kembali masuk ke ruangan dokter untuk diperiksa.

Benar, diagnosanya sama. Retina saya robek dan lepas dari jaringan penyokong tempatnya melekat. Dan bagian gelap yang saya lihat di mata kanan adalah blind spot, buta secara harfiah. Kemudian, dokter menjelaskan bahwa cara satu-satunya untuk menyelamatkan penglihatan saya adalah dengan cara operasi dengan anestesi general atau bius total. (Definisi ablasio retina bisa dibaca di : http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/ablatio+retinae).

retina

Dr. Tita (beliau akrab disapa) menjelaskan bahwa retina itu bagaikan lapisan tisu yang menempel. Ketika ia robek, akan ada cairan mata yang masuk. Hal ini menyebabkan bagian retina yang lain akan terangkat dan lepas. Bagaikan wallpaper yang terkena rembesan air dari dalam dinding, akan terangkat dan kusut. Jika kondisi ini dibiarkan , makin lama retina akan makin kisut dan akan lebih sulit untuk ditempelkan kembali. Dr. Tita optimis masih bisa menyelamatkan penglihatan saya karena saya konsul tidak lama dari gejala kebutaan itu muncul.

Idealnya, tidak lebih dari seminggu dari gejala itu muncul harus segera dilakukan tindakan operasi. Sambil menunggu jadwal operasi, saya riset pribadi tentang ablasio retina ini. Banyak yang menawarkan pengobatan alternatif seperti mengonsumsi obat herbal dan pijat mata. Ternyata, menurut pengalaman beberapa orang, itu semua tidak membuahkan hasil malah memperburuk kondisi karena menunggu terlalu lama untuk dioperasi (http://www.ablasio.wordpress.com).

Dr. Tita menjelaskan ada beberapa metode yang digunakan untuk mengatasi ablasio retina. Dr. Tita memilih metode scleral buckling karena dirasa lebih minim risiko. Metode ini banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa yang tidak disertai komplikasi lainnya. Dokter akan memasangkan sabuk yang terbuat dari spons silikon atau silikon padat dan dijahit mengelilingi bagian mata (scleral). Tujuannya untuk memberikan tekanan pada robekan retina sehingga robekan akan tertutup. Ketika robekan tertutup, cairan subretinal akan menghilang dengan sendirinya. Setelah dipasang sabuk, dokter juga akan memasukkan gas khusus ke dalam rongga vitereus. Pasca operasi, dokter juga akan melakukan terapi laser untuk membuat jaringan parut pada retina agar retina tidak mudah robek kembali.

Sebelum operasi, dokter melakukan USG khusus mata untuk mengetahui dengan pasti letak robekan dan seberapa banyak bagian retina yang sudah terangkat. Sama seperti USG kehamilan, dengan alat scanner, USG dilakukan dengan mata tertutup. Setelah terekam, hasilnya dicetak dan terlihat jelas bahwa retina saya sudah terangkat lebih dari separuh bagian dan hanya tersisa sedikit sekali bagian yang masih menempel.

Ini pertama kalinya saya mengalami proses pembedahan dengan bius total. Setelah berganti pakaian khusus operasi, dan dipasang infus, dokter anestesi menyuntikkan bius melalui alat infus (yang ditusuk di tangan itu loh). Setelah itu saya totaly tidak sadar. Rasanya bukan seperti tidur, tapi benar-benar tidak merasakan apa-apa dan tidak ingat apa-apa setelah disuntik hingga siuman. Operasi dimulai sekitar pukul 11.00 WIB dan saya siuman sudah menjelang Magrib, yang saya pikir masih sekitar jam 2 atau 3 sore.

Setelah saya benar-benar sadar, bisa merespons panggilan, bisa menggerakkan badan, saya dipindah ke ruang rawat inap. Karena klinik, kamar rawat inapnya pun nyaman dan tidak gaduh. Mungkin karena saya satu-satunya pasien rawat inap di sana haha. Hanya pasien ablasio retina yang diharuskan menginap beberapa hari setelah tindakan operasi. Dari obrolan dengan perawat pun, saya diberi tahu bahwa saya pasien termuda untuk kasus ablasio retina yang pernah ditangani di MEC (Duh!)

Setelah operasi, saya diharuskan tidur dengan posisi tengkurap. Tujuannya, agar gas yang dimasukkan ke mata bisa menekan mata secara efektif untuk kembali ke posisi semula. Klinik ini menyediakan bantal khusus berbentuk lingkaran seperti donat untuk mendukung posisi tidur ini. Tentu saja tidak nyaman, tapi demi keberhasilan operasi mau tidak mau harus saya lakukan.

Saat operasi maupun setelahnya saya tidak merasakan sakit yang berarti. Masih lebih dahsyat sakitnya pasca operasi wasir (akan saya ceritakan kemudian) atau caesar, bi’idznillah. Beruntung saya bertemu dengan teman baru yang sudah mau repot-repot mengantar air zam-zam dan ada pula yang meminjamkan pompa ASI.

Setelah operasi memang sangat dianjurkan untuk bedrest karena aktivitas tubuh ternyata berpengaruh pada kondisi mata. Setelah hari ke-3, saya sudah diperbolehkan bangun, duduk, bahkan mandi dengan catatan posisi kepala sebaiknya banyak menunduk. Setelah 5 hari dirawat, saya sudah diperbolehkan pulang. Sebelum pulang, saya melakukan prosedur laser mata untuk memperkuat retina menempel kembali pada jaringan penyokongnya. Laser mata dilakukan sekitar 15 menit dengan posisi tubuh yang tidak boleh bergerak, mata menatap sebuah lensa dengan dagu menempel pada alat. Prosedur ini tidak menyakitkan hanya badan agak pegal karena lama diam dengan posisi yang sama.

BIAYA

Biaya untuk tindakan operasi yang sudah termasuk biaya rawat inap, obat, dan laser di MEC adalah sebesar 19 juta 600 ribu rupiah. Jika Anda memiliki BPJS, sebaiknya pergunakan. Operasi retina bisa juga dilakukan di RSU atau RSUD yang sudah memiliki fasilitas bedah mata (retina). Di malang, satu-satunya adalah RSUD Saiful Anwar.

PENYEBAB DAN GEJALA

Secara teori, individu yang memiliki risiko untuk terjadi ablasio retina antara lain :

  1. Penderita rabun jauh yang sangat berat. Semakin banyak minus mata teorinya retina akan semakin tipis.
  2. Orang yang pernah mengalami luka pada mata atau memiliki riwayat operasi katarak sebelumnya.
  3. Riwayat keluarga (genetik).
  4. Berusia lebih dari 50 tahun, semakin tua usia seseorang retinanya akan semakin tipis.
  5. Penderita penyakit mata lainnya.
  6. Penderita diabetes.
  7. Adanya trauma pada mata karena benturan atau aktivitas berat yang dilakukan tubuh seperti mengangkat benda berat.

Dalam kasus saya, tidak diketahui sebab yang pasti karena minus mata saya 6,75 masih terbilang kecil (ada yang lebih banyak tentunya). Saya tidak pernah mengalami trauma atau luka pada mata. Hanya saja memang, saya kerap mengangkat benda berat terutama saat suami sudah berangkat ke negeri orang. Seperti menggendong bayi yang beratnya 8kg lebih, menggendong anak yang beratnya di atas 10 kg, mengangkat motor saat menggesernya, mengangkat kardus pindahan, dan lain-lain. Untuk sebagian orang mungkin tidak masalah, namun bisa jadi memang kondisi retina saya sudah tipis dari sana nya hehe.

Adapun untuk ciri-ciri dan gejala yang bisa diwaspadai adalah :

  1. Floaters atau terlihatnya benda-benda melayang saat mata terbuka. Hal ini terjadi karena vitreus keruh akibat darah, pigmen retina yang lepas, atau degenerasi vitreus sendiri. Biasanya bentuknya kaya cacing melayang-layang begitu, muncul saat mata kita sedang terbuka.
  2. Photopsia/light flashes. Gejala lain adalah jika kita melihat kilatan cahaya atau kedipan cahaya yang lembut atau kuat. Kilatan ini mudah terlihat dalam keadaan remang-gelap dan umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan ke arah tertentu.
  3. Penurunan penglihatan secara tajam. Awalnya mata seperti sulit untuk fokus, kemudian penglihatan semakin kabur atau rabun.
  4. Terlihat seperti ada semacam tirai berbentuk parabola yang menutupi pandangan. Kalau saya menggambarkannya seperti kabut yang tidak mau hilang yang kemudian berubah menjadi gelap.
  5. Beberapa orang mengalami gejala lain seperti mata gatal dan merah.

 

TINDAKAN PADA ABLASIO RETINA

Metode penanganan ablasio retina yang dipilih oleh dokter disesuaikan dengan gejala dan kondisi pasien. Beberapa metode tersebut adalah

  1. Cryoteraphy atau tindakan laser untuk mematri retina yang robek (http://iowaretina.com/cryotherapy/)
  2. Scleral Buckle atau mengikat mata dengan sabuk silikon yang fleksibel untuk mendorong retina kembali ke tempatnya semula dan mempertahankan posisi tersebut. (http://www.webmd.com/eye-health/scleral-buckling-surgery-for-retinal-detachment)buckle
  3. Dokter akan memasukkan sejenis gas khusus ke dalam rongga vitereus untuk mendorong retina kembali ke posisinya semula. Setelah tindakan, gas akan berangsur hilang dan pasien diminta menjaga kepala pada posisi tertentu selama beberapa hari. (http://emedicine.medscape.com/article/1844217-overview)
  4. Vitrectomy
    Dokter akan membuang jaringan vitreus yang mengakibatkan penarikan pada retina dan diganti dengan gas atau minyak silikon. (http://www.webmd.com/eye-health/vitrectomy)

Pada praktiknya beberapa metode tersebut bisa dikombinasikan dalam satu tindakan operasi.

PASCA OPERASI

Setelah operasi retina, dokter akan memberi pesan apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Sebaiknya patuhi saja instruksi dokter karena proses pemulihan pasca operasi membutuhkan waktu beberapa bulan. Beberapa hal yang harus diperhatikan pasien pasca operasi antara lain :

  • Mata yang dioperasi tidak boleh terkena air dan debu. Saat mandi sebaiknya tutup rapat mata yang dioperasi. Bila Anda ingin mencuci rambut Anda bisa menggunakan jasa salon atau meminta bantuan. Kalau saya, keramas dengan cara menunduk. Saat akan keluar rumah mata yang telah dioperasi sebaiknya ditutup dengan kasa steril dan plester.
  • Disiplin menggunakan obat tetes yang telah diresepkan oleh dokter. Disiplin ini juga termasuk tidak menggunakan obat sembarangan, sesuai dosis, dan tidak digunakan pada mata yang sehat.
  • Tidur dalam posisi yang dianjurkan dokter. Setelah diperbolehkan pulang, dalam 2 minggu pertama, saya dianjurkan untuk tidur miring dengan posisi mata yang dioperasi ada di atas. Kemudian selanjutnya saya dianjurkan tidur dengan posisi setengah duduk. Satu bulan pasca operasi kita tidak dianjurkan banyak bergerak/melakukan aktivitas fisik berlebih. Penyerapan cairan vitroretina yang masuk ke dalam mata akan sulit meresap jika kita banyak bergerak. Jika cairan itu tidak segera hilang, retina akan menghadapi risiko terangkat atau lepas kembali.
  • Setelah operasi, Anda mungkin akan melihat seperti bayangan berbentuk lingkaran, baik saat mata terbuka maupun terpejam. Hal ini wajar, lingkaran yang Anda lihat adalah gas yang dimasukkan saat operasi dan akan hilang seiring waktu.
  • Rutin check up ke dokter sesuai jadwal yang telah ditentukan. Dokter Anda perlu mengamati apakah retina sudah menempel seluruhnya atau belum, apakah ada iritasi atau infeksi atau tidak, dan sebagainya. 2 minggu pasca operasi, retina saya masih belum menempel seluruhnya. 1 bulan setelah operasi, alhamdulillah sudah melekat semua.
  • Khusus untuk tindakan pneumatic retinopexy, pasien tidak disarankan bepergian dengan pesawat terbang hingga gas dinyatakan telah benar-benar hilang dari mata
  • Pandangan mata yang telah dioperasi akan kabur/rabun. Hal ini disebabkan minus mata yang akan bertambah. Penjelasan logisnya, saat mata diikat dengan buckle, ia akan terdorong sehingga posisi lensa makin jauh dan minus mata akan bertambah. 2 bulan pasca operasi Anda akan diresepkan kacamata baru.
  • Bagaimana dengan gedget? Kasus ablasio retina tidak ada hubungannya dengan aktivitas menatap layar handphone. Jadi untuk Anda yang bekerja dengan bantuan mobile phone atau komputer tidak perlu risau.

RISIKO OPERASI

Setiap tindakan operasi memiliki risiko, namun lebih baik daripada tidak. Khususnya kasus ablasio retina, bila tidak dioperasi akan menyebabkan kehilangan penglihatan permanen atau kebutaan.

Adapun beberapa risiko yang akan dihadapi pasien pasca operasi adalah infeksi, pendarahan, tekanan bola mata yang tinggi, atau katarak. Dokter akan memantau kondisi mata pasien pasca operasi sampai beberapa bulan ke depan.

Pada kasus saya, terdapat iritasi pada seminggu pertama pasca operasi tapi gejalanya berkurang setelah diresepkan obat tetes. Pasca operasi pun perawat mengecek tekanan bola mata dengan meletakkan alat ukur di mata Anda. Sebaiknya Anda minta anestesi lokal untuk mata sebelum dilakukan pemeriksaan ini supaya tidak pedih.

APAKAH PENGLIHATAN MEMBAIK?

Setelah 1 bulan pasca operasi, penglihatan berangsur membaik namun memang tidak bisa kembali 100%. Semakin luas daerah retina yang lepas, semakin kecil kemungkinan penglihatan akan pulih sempurna. Apakah mungkin retina lepas lagi? Mungkin saja. Oleh sebab itu, seumur hidup saya, saya dilarang mengangkat beban sekitar lebih dari 5 kg. Untuk jenis olahraga juga harus dipilih yang low impact.

Tapi setidaknya, saya sangat bersyukur masih diberikan Allah rezeki untuk melihat. Jadi, sayangi mata Anda. Jangan abaikan gejala-gejala ablasio retina yang muncul. Sering kali benda-benda melayang yang kita lihat, kita anggap sebagai gejala kelelahan. Tidak ada salahnya melakukan pemeriksaan mata rutin ke dokter. Dibandingkan harus operasi, biaya konsul ke dokter mata jauh lebih ringan. Semoga bermanfaat.

26 thoughts on “ABLASIO RETINA/ABLATIO RETINAE (RETINA LEPAS)

  1. Hi mba salam kenal…
    Bagaimana kabarnya setelah operasi mata 1th yĺl?
    Suami sy juga terkena ablasio retina.. rencananya jumat ini akan ambil silikon operasi yg kedua

    Like

    1. hi mba Diah. sekarang kondisi sudah stabil, hanya penglihatan memang tidak bisa kembali 100% seperti semula. terutama untuk membaca tulisan jarak jauh. kalau untuk nyetir, membaca buku, mengetik di komputer so far so good 🙂

      Like

      1. Mbk. Maksi sharingnya. Saya juga kena AR tpi telat ditngani. Nah stlh 5th sya op bln Nov 2017 trnyta gagal. Op ulang Feb Dan sbln kmdian dinytakan gagal. Karena Hal sma yaitu Ada jaringan yg narik selput kbljng akirnya lepas lgi Dan Dr blm brni op lagi tkutnya lepas smua Dan sedihnya op kedua ITU malah bikin Pupil g bisa mengecil mmmbsr. Malah status mmbsr true Blum lgi ad katarak. Dan sya bngung karena aturan Bpjs g bisa milih Dr. Akhirnya say dg Dr baru yg mnrt sya tidk mmbuat sya brmsngat Dan tdk mnjlskan bgmn apa Dan Japan sya hrus bgni bgtu. Di MEC kok murah y mbk tnpa bpjs

        Like

      2. Mba, berkenan kah bila saya mengirimkan whatsapp juga ? Terimakasih dengan infonya yang sangat jelas

        Like

  2. Assalamualaikum mba, ada gak kemungkinan setelah operasi retina kembali lepas? Adik saya sudah operasi dan dipasang silikon. Rencana januari operasi pelepasan silikon. Tapi hari ini tiba2 ada bayangan hitam yang dirasakannya

    Like

    1. hai mba Kamila, maaf baru sempat balas. kemungkinan itu selalu ada mba, tergantung dari aktivitas fisik, teknik operasi, dll. btw operasi retinanya dengan metode apa ya? maaf kok dilepas silikonnya, apa sudah ditanya dokternya prosedurnya seperti apa?

      Like

  3. Mbak,abis operasi mata ku merah banget, kayak ada darahnya gt, ini baru sekitar seminggu si, biasanya brp lama ya mba mata kembali normal. Terimakasih

    Like

  4. Terima kasih mbak.. Infonya sangat membantu sekali. Kebetulan 21022020 suami saya divonis ablasio retina dan dirujuk serta diminta secepatnya utk dilakukan tindakan di rsud syaiful anwar…

    Like

  5. Sungguh gejala yang saat ini sedang saya rasakan. sekitar 1,5 tahun yang lalusaya merasakan seperti ada jaring laba-laba di mata saya. saya pikir itu hanya efek kelelahan di depan layar komputer/hape. Sekitar seminggu yang lalu saya mearasa asa seperti air di mata saya, awalnya sedikit bagian bawah saja. Saya pikir ada kotoran mata, sayalihat ke cermin semua terlihat baik-baik saja. Hanya dalam waktu 1 minggu mata kiri saya terasa penuh dengan air. Akhirnya setelah izin dari pimpinan untuk meninggalkan tugas saya periksakan diri ke puskesmas, saya pilih Rumah sakit Tentara Bukittinggi yang saya yakin pasiennya lebih sedikit dari RS Ibnu Sina dan RS Madina sebagai RS rujukan awal. alhasil dari pemeriksaan dokter Irawadi spesialis mata, beliau bilang saraf mata saya putus, bukan hanya lepas.Saya begitu terkejut mendengarnya. Dan untuk memastikan kondisi mata saya, beliau merujuk saya lagi ke RUmah Sakit yang lebih besar karena di sana alatnya lebih lengkap. Dan Insyaallah hari Senin saya akan dirujuk ke RS Strok Bukittinggi…entah bagaimana hasilnya nanti. Tapi setelah membaca tulisan Ibu saya yakin saya juga akan dioperasi…namjn saya sangat takut untuk itu….

    Like

Leave a comment